Minggu, 21 September 2008

J. K. Rowling dan cerita dibalik Harry Potter


Ayah dan ibuku adalah orang London. Mereka bertemu pada perjalan kereta api dari stasiun King's Cross menuju Arbroath di Skotlandia ketika mereka sama-sama masih berumur 18 tahun; ayahku baru saja bergabung di The Royal Navy, sedangkan ibuku bergabung di WRNS. Ibu bilang saat itu ia sedang kedinginan, lalu ayah menawarkan mantelnya untuk dipakai bersama, dan mereka menikah setahun kemudian, ketika mereka masih 19 tahun.

Keduanya keluar dari ABRI dan pindah ke perbatasan Bristol, Inggris Barat. Ibuku melahirkan aku saat ia berumur 20. Aku dulu adalah bayi montok. Adikku, Di, lahir setahun lebih 11 bulan setelah aku. Di memiliki -dan masih memiliki- rambut yang sangat gelap dan mata cokelat seperti ibuku, dia juga terlihat lebih cantik dari aku. Sebagai kompensasinya, menurutku, orang tuaku memutuskan bahwa aku harus menjadi 'the bright one'. Kami berdua marah dengan label kami. Aku sangat ingin untuk mengurangi freckly-beach-ball-like, dan Di, yang kini menjadi seorang pengacara, merasa terganggu kalau tak seorang pun memberitahukan bahwa dia tidak hanya cantik.

Kami pindah ke Winterbourne saat aku berumur 4 tahun. Di sana, banyak anak kecil semuruan kami, salah satunya ada kakak-beradik yang memiliki nama keluarga Potter. Aku menikmati bersekolah di Winterbourne. Udaranya menyegarkan, aku ingat banyak membuat dari tanah liat, menggambar, dan menulis cerita yang sangat cocok denganku. Sayangnya, orang tuaku selalu bermimpi untuk tinggal di desa, dan pada saat umurku 9 tahun kami pindah, untuk yang terakhir kali ke Tutshill, desa kecil di luar Chepstow di Wales.

Pindahnya kami hampir bertepatan dengan meninggalnya nenek kesayanganku, Kathleen, yang namanya kupakai ketika aku memerlukan inisial tambahan. Aku SMP di Wyedean saat aku berumur 11 tahun. Di sana aku bertemu Sean Harris, yang kudedikasikan Chamber of Secret dan yang memiliki Ford Anglia sesungguhnya. Dia lah temanku yang pertama kali mengajarkan menyetir mobil dna tak perlu lagi meminta antar ayahku, dimana itu hal yang paling buruk di countryside ketika remaja. Sean Harris adalah orang yang pertama kali aku diskusikan tentang ambisiku untuk menjadi penulis dan dia pulala satu-satunya orang yang berpikir bahwa aku bisa sukses di situ, dimana dulu itu berarti sangat banyak untukku daripada yang aku pernah bicarakan sekarang.

Aku lulus dari sekolah pada 1983 dan melanjutkan studi di Exeter University, di pantai selatan Inggris. Aku belajar Sastra Perancis, dimana itu adalah sebuah kesalahanku. Kelebihannya, belajar bahasa Perancis berarti aku dapat tinggal di Paris selama setahun sebagai bagian dari kuliahku.

Setelah lulus dari universitas aku kerja di London, pekerjaan terlamaku di Amnesty International, organisasi yang mengkampanyekan HAM di seluruh dunia. Tapi pada 1990, aku dan pacarku berencana untuk pindah ke Manchester bersama-sama. Saat sedang flat-hunting, aku pulang menuju London di dalam kereta yang penuh sesak, saat itulah ide untuk Harry Potter keluar dari kepalaku.

Aku sudah menulis terus-menerus sejak umur 6, tetapi aku tidak pernah segembira ini dengan sebuah ide sebelumnya. Dalam frustrasi ku yang besar, aku tak memiliki pulpen yang berfungsi, dan aku terlalu malu untuk meminjam ke orang lain. Menurutku, sekarang, ini mungkin hal yang baik, karena aku hanya duduk dan berpikir selama 4 jam (keterlambatan kereta), dan semua detail terbual di otakku, dan anak laki-laki kurus, rambut hitam, berkacamata yang tidak tahu bahwa dia adalah seorang penyihir menjadi kenyataan bagiku. Kupikir mungkin kalau aku harus melambatkan ide-ide sehingga aku bisa me- semuanya ke dalam kertas aku mungkin sudah mencekik beberapa dari mereka (walaupun terkadang aku berpikir, berapa banyak hal yang aku imagine dalam perjalanan itu jika aku lupa saat tanganku menyentuh pulpen)

Aku memulai untuk menulis 'Sorcerer's Stone' malam itu, walaupun beberapa halaman pertama itu tidak menghasilkan kemiripan dalam finished book. Aku pindah ke Manchester, membawa naskah itu, dimana itu berkembang menjadi sedikit aneh, termasuk ide akhir dari karir Harry di Hogwarts, tidak hanya pada tahun pertamanya. Lalu, pada 30 Desember 1990, sesuatu terjadi yang mengubah duniaku dan Harry selamanya : ibuku meninggal. Itu adalah waktu yang menyakitkan. Ayahku, Di, dan aku tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau ibu meninggal begitu muda.

Sembilan bulan kemudian desperate itu hilang sebentar, aku pindah ke Portugal, dimana aku mendapat pekerjaan untuk mengajar Bahasa Inggris di language institute. Aku tetap menulis naskah Harry Potter, berharap waktu kerja baruku dapat memberikan kesempatan untuk novelku, yang berubah sangat banyak sejak ibuku meninggal. Kini, perasaan Harry tentang kedua orang tuanya yang meninggal terasa lebih mendalam, lebih nyata. Dalam minggu pertamaku di Portugal aku menulis bab favoritku di Sorcerer's Stone, Cermin Tarsah.

Aku berharap ketika aku kembali dari Portugal aku akan sudah menyelesaikan bukuku. Kenyataannya, aku mendapatkan sesuatu yang lebih baik : anak perempuanku. Aku baru bertemu da menikah dengan pria Portugis, dan walaupun pernikahan tidak terencana, itu telah memberikanku hal terbaik di hidupku. Jessica dan aku baru datang di Edinburgh, dimana adikku Di tinggal pada Natal 1994.

Aku berencana untuk mulai mengajar lagi dan tahu bahwa jika tidak kuselesaikan buku itu secepatnya, aku tidak akan pernah menyelesaikan itu. Aku tahu bahwa mengajar full-time, dengan semua rencana penilaian dan pengajaran, membiarkan diri dengan anak perempuan kecil untuk diurus sendiri, tidak akan memberikanku waktu luang. Kemudian aku menyusun untuk kerja dalam ke-hiruk-pikuk-an , bertekad untuk menyelesaikan buku dan setidaknya mencoba untuk diterbitkan. Kapanpun Jessica tertidur di kursi dorongnya aku akan berlari ke cafe terdekat dan menulis seperti kesetanan. Aku menulis hampir tiap malam.

Akhirnya semua selesai. Aku menutup tiga bagian pertama di dalam folder plastik cantik dan menyusun mereka untuk dibawa ke agen, yang mengembalikannya sangat cepat, mereka pasti mengembalikan di hari yang sama saat mereka datang. Pada agen yang kedua aku mencoba menulis kembali dan bertanya tentang kelanjutkan naskah. Ia membalas sangat lama, dan hanya dua kalimat saja.

Butuh waktu setahun untuk agenku, Christopher, untuk menemukan penerbit. Banyak dari penerbit menolaknya. Lalu, akhirnya, pada Agustus 1996 Christopher meneleponku dan bilang padaku bahwa Bloomsbury akan memberi penawaran. Aku sangat tidak percaya dengan telingaku, "Maksudnya itu akan diterbitkan?" tanyaku sedikit bodoh. "Itu benar-benar akan diterbitkan?" setelah kutaruh gagang telepon, aku berteriak dan meloncat ke udara; Jessica, yang sedang duduk di kursi nya sambil menikmati teh, melihat ku dengan sedikit takut.

Dan kalian mungkin tahu apa yang berikutnya terjadi.

(diambil dari : J. K. Rowling official site)

Label: